Latar Belakang Perang Diponegoro
Pada saat itu raja hanya menjadi simbol untuk mengesahkan kebijakan yang ingin diterapkan pemerintah kolonial Belanda. Dapat dikatakan, kebijakan politik keraton sepenuhnya dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Pada tahun 1822 pangeran Diponegoro diangkat menjadi wali kerajaan mendampingi sultan Hamengkubuwono V yang baru berusia tiga tahun. Sejak awal pengangkatannya sebagai wakil kerajaan, Belanda khawatir dengan kekuasaan pangeran Diponegoro di kesultanan Yogyakarta. Oleh karena itu, Belanda mengangkat Patih Danurejp untuk menjalankan pemerintahan kesultanan Yogyakarta. Tindakan tersebut memancing kemarahan pangeran Diponegoro. Oleh karena situasi tersebut, pangeran Diponegoro memilih pergi dari keraton dan sebagai rakyat biasa.
Kemarahan pangeran Diponegoro semakin bertambah ketika Patih danurejo memerintahkan pematokan tanah milik Pangeran Diponegoro di Tegalrejo tanpa izin. Pemasangan patok (anjir) direncanakan untuk menyingkirkan pangeran Diponegoro. Amarah pangeran Diponegoro memuncak karena ditanah tersebut terdapat makam leluhurnya. Akhirnya pangeran Diponegoro mencabut semua patok dan menggantinya dengan bambu runcing sebagai simbol Perlawanan.
Pada tahun 1822 pangeran Diponegoro diangkat menjadi wali kerajaan mendampingi sultan Hamengkubuwono V yang baru berusia tiga tahun. Sejak awal pengangkatannya sebagai wakil kerajaan, Belanda khawatir dengan kekuasaan pangeran Diponegoro di kesultanan Yogyakarta. Oleh karena itu, Belanda mengangkat Patih Danurejp untuk menjalankan pemerintahan kesultanan Yogyakarta. Tindakan tersebut memancing kemarahan pangeran Diponegoro. Oleh karena situasi tersebut, pangeran Diponegoro memilih pergi dari keraton dan sebagai rakyat biasa.
Kemarahan pangeran Diponegoro semakin bertambah ketika Patih danurejo memerintahkan pematokan tanah milik Pangeran Diponegoro di Tegalrejo tanpa izin. Pemasangan patok (anjir) direncanakan untuk menyingkirkan pangeran Diponegoro. Amarah pangeran Diponegoro memuncak karena ditanah tersebut terdapat makam leluhurnya. Akhirnya pangeran Diponegoro mencabut semua patok dan menggantinya dengan bambu runcing sebagai simbol Perlawanan.
Komentar
Posting Komentar